Apa yang lebih berharga dari emas ketika ada berada di kawasan gurun pasir? Jawabnya, tak lain dan tak bukan adalah air bersih. Orang masih bisa bertahan beberapa pekan tanpa makanan, tapi tanpa mendapat asupan air, maka nyawanya akan terputus hanya dalam waktu tak lebih dari tiga hari. Hanya onta saja yang bisa bertahan tanpa air dalam waktu yang lama dengan mengandalkan pasokan air yang ada di punuknya.
Semenjak masa kekhalifahan, para penguasa saat itu selalu dibuat pusing sekaligus ruwet untuk memastikan ketersediaan air selama musim haji. Bahkan, mereka mengirimkan pasukan dan petugas khusus untuk menjaga pengamanan suplai air kepada para peziarah yang akan ke Makkah.
Mengapa sampai sebegitu ketat pengawasannya? Jawabnya, karena di tengah perjalanan mengarungi padang pasir kerap terjadi perkelihian yang dipicu karena ketiadaan air. Tak hanya rebutan dengan adu mulut atau perkelahian biasa, kerapkali sudah menjadi ajang tarung fisik memakai senjata yang berakibat terengutnya nyawa. Saat itu harga air, lebih mahal nilainya dari emas. Untuk itu semenjak awal, para kafilah haji yang akan mengarungi area gurun harus memastikan para jamaahnya tidak kehabisan air di tengah jalan. Kalau sampai terjadi maka akan muncul kejadian yang fatal!
Bagi warga dan mereka yang tinggal di Makkah, persoalan air baru mulai terselesaikan pada awal 80-an. Saat itu sudah muncul proyek pengadaan air melalui penyulingan air laut. Pada saat yang sama sumur Zamzam pun diperbaiki dan diatur penggunaanya.
‘’Sebelum mA itu air selalu jadi masalah di Makkah, khususnya Masjidil Haram. Selama ini air zamzam bagi penduduk Makkah hanya dipakai untuk keperluan rumah tangga, yakni memasak makanan dan minum. Selain itu keperluan air dipasok dari saluran air ‘Zubaedah’ saluran air yang dibangun oleh isteri Khalifah Harun Al Rasyid. Air itu dialirkan dari air yang berasal dari Thaif. Meski begitu, ketersediaan air sampai tahun 1980-an, masih tetap saja susah,’’ kata Ketua Umumm Himpuh, Ahmad Baluki.
Baluki mengatakan, sisa bangunan ‘saluran air Zubaedah’ kini memang masih terlihat. Dahulu saluran ini memanjang sekitar 40 kilo meter dari perbukitan Thaif ke Makkah, melalui padang Arafah. Jadi selain untuk mencukupi kebutuhan air bersih di Makkah, maka air ini juga dipakai untuk mencukupi pasokan air bagi para jamaah yang tengah melaksanakan ibadah wukuf.
Bagi warga Makkah, lanjut Baluki keberadaan air Zamzam memang sangat berarti. Bahkan, mereka sangat memuliakan air Zamzam sehinggga hanya dipakai untuk keperluan minum dan wudhu.
‘’Di luar itu, pemenuhan kebutuhan air bagi warga Makkah, diambil dari pasokan air Zubaidah. Uniknya, air asal Thaif dan Zubaidah memang beda rasanya dan tak pernah bisa bercampur. Bila dibandingkan Air Zubaidah terasa lebih manis dari pada air Zamzam,’’ katanya.
Di zaman dahulu, air Zamzam diambil dengan cara ditimba. Mereka yang melakukannya adalah orang-orang yang berasal dari Yaman. Setelah ditimba air dimasukan ke dalam ‘Zurak’ (kendi).
‘’Jadi untuk minum air Zamzam berbeda dengan sekarang. Sampai tahun 1980-an yakni sebelum ada pengeboran dan renovasi sumur Zamzam orang-orang Yaman itu menawarkan minum air Zamzam sembari membawa ‘Zurak’. Bila ada yang mau, maka mereka menuangkan ke dalam gelas, sembari meminta sumbangan seikhlasnya dengan alasan ganti tenaga untuk menimba air. Jadi masih sangat tidak teratur seperti sekarang,’’ kata Baluki.
Memang sempat ada kekhawatiran ketika pemerintah kerajaan Arab Saudi merenovasi sumur Zamzam. Menurut Baluki, banyak orang yang khawatir bila dipompa atau bahkan dibor hingga kedalaman 300 meter, mata air yang ada di sumur peninggalan Siti Hazar itu akan berhenti mengalir. Tapi kenyataan ini tak terbukti, air sumur Zamzam tetap melimpah sampai sekarang.
‘’Makkah adalah semacam lembah. Belakangan ada gambar citra satelit bahwa pasokan air untuk mata air Zamzam itu berasal dari berbagai bukit yang ada di sekitarnya, bahkan ada semacam ‘saluran alami yang terkoneksi dengan mata air yang ada di Thaif. Jadi sumur Zamzam semacam 'tampon' (wadah air). Namun anehnya, meski begitu rasa air Zamzam tetap berbeda dan tak bisa bercampur dengan air lainnya,’’ ujarnya.
Tak hanya untuk mencukupi kebutuhan air minum jamaah yang ada di Masjidil Haram, air Zamzam juga kini dipasok untuk memenuhi kebutuhan minum jamaah yang berada di Masjid Madinah. Di hari biasa, pasokan air Zamzam yang di bawa ke Makkah diangkut memakai 50 truk tangki ke Madinah. Jumlah ini akan berlipat minimal sebanyak tiga kali lipat sewaktu musim Ramadhan dan haji tiba.
‘’Pernah ada yang berpikir air Zamzam dipasok dari Makkah ke Madinah melalui jaringan pipa. Tapi sampai sekarang sepertinya belum dilakukan. Pasokan ke air Zamzam ke Madinah masih menggunakan truk tangki,’’ ungkap Baluki.
Dari segi politik, penguasaan air di negeri gurun semenjak dahulu kala memang mau tidak mau berurusan dengan politik-kekuasaan. Pemenuhan pasokan air adalah hal yang sangat vital. Bila pasokan kurang, bahkan menghilang, maka dipastikan keguncangan politik akan terjadi.
Dan , khusus untuk air Zamzam, titik balik pengaturannya bermula dari tragedi pengepungan Masjidil Haram selama dua pekan. Peristiwa ini kerap disebut sebagai ‘Kudeta Makkah’. Persisnya, terjadi susai shalat Subuh pada 1 Muharam 1400 Hijrah (20 November 1979).
Kudeta ini diawali dengan peringkusan imam shalat Subuh yang dipimpin Muhammad bin Subail. Tak cukup dengan menyandera sang imam dan merebut mikrofon masjid, tiba-tiba ratusan orang bersenjata yang menyamar sebagai jamaah shalat Subuh, mengeluarkan berbagai macam senapan dan menembaki para penjaga masjid yang saat itu hanya dibekali pentungan. Setelah itu keributan semakin menjadi manakala mereka kemudian menutup semua pintu masjid dan menyandera jamaah yang saat itu shalat Shubuh di Masjidil Haram.
Tentu saja, pemerintah Arab dibuat kalang kabut. Selama dua pekan terjadi tembak-menembak. Pasukan khusus asal Prancis juga diterjunkan untuk merebut masjid itu kembali. Mayat bergeletakan di mana-mana. Di akhir pengepungan terdata 255 jamaah haji tewas, 560 orang terluka, dari pihak tentara Arab 127 orang tewas dan 451 terluka. Pemimpin pemberontakan Juhaiman al-Utabibi dan ara pelaku kudeta yang berjumlah sekitar 500 orang dijatuhi hukuman mati dengan cara dipancung.
‘’Dari atas hotel, saya lihat langsung aksi tembak-tembakan itu. Saya lihat mayat yang bergelimpangan di dalam masjid. Untuk jamaah yang saya layani, yang diantaranya merupakan adik Wakil Presiden Adam Malik, tidak terkena musibah. Yang pasti peristiwa itu tak terlupakan,’’ kata Baluki.
Lalu bagaimana berbagai macam senjata bisa dipasok ke dalam masjid? Baluki menjawab ternyata senjata-senjata itu telah dipasok bersamaan dengan keranda mayat. Setelah itu lalu ditimbun di dalam kamar-kamar yang ada di dalam Masjidil Haram yang selama ini dipakai oleh orang-orang Yaman yang bekerja membagi-bagikan Air Zamzam itu.
‘’Mulanya kamar-kamar itu, dulu diperuntukan untuk tempat tinggal para imam Masjidil Haram. Tapi karena mereka kemudian tak lagi menempatinya, maka orang-orang Yaman itulah yang memakainya. Dan ternyata, para peristiwa Kudeta Makkah, tempat itu dipakai untuk menimbun senjata,’’ kata Baluki seraya mengatakan senjata-senjata itu ternyata juga telah disiapkan dengan cara disembunyikan di gerobak sayuran dan buah-buhan milik para pedagang yang biasa berjualan di seputaran Masjidil Haram.
Cara kerajaan Saudi Arabia di dalam menangani peristiwa kerusuhan pun unik. Sadar mendapat perlawanan yang ketat dari para pemberontak yang menguasai area Masjidil Haram, maka seluruh pasokan listrik ke are itu dimatikan. Pemberontak masih dapat bertahan karena mendapat pasokan air bersih yang cukup dengan cara menimba sumur Zamzam yang berada di dalam masjid. Apalagi, mereka ternyata juga sudah menimbun bahan makanan di dalam kamar yang selama ini ditempati para 'pedagang air Zamzam' yang berasal dari Yaman tersebut. Selama dua pekan aksi tembak menembak berlangsung sangat seru.
"Sadar bila diserbu dengan perang senjata akan memakan banya korban, maka pihak tentara kerajaan kemudian membanjiri area Masjidil Haram dengan air sampai air tergenang. Setelah itu, air yang tergenang dialiri listrik. Nah, pada saat itulah para pemberontak menyatakan menyerah karena takut gosong tersengat listrik. Begitu menyerah pasukan kerajaan segera meringkusnya untuk kemudian diadili. Imbas dari peristiwa itu semua anak keturunan dan kabilah Juhaiman diawasi ketat sampai sekarang. Padahal kabilah ini termasuk kabilah Baduy yang besar,'' kata Baluki.
Dari peristiwa itulah, kemudian Pemerintah Kerajaan Saudi mulai membenahi fasilitas dan cara pembagian air Zamzam kepada para jamaah yang hadir di masjid itu. Bila dalu untuk meminum air Zamzam harus menyediakan uang 1 – 5 Real Saudi, kini air itu bisa dengan mudah dinikmati.
‘’Cuma sekarang, karena sumur Zamzam sudah ditutup, maka tak ada lagi orang yang mandi-mandi atau mencuci pakaian ihram dengan air Zamzam. Dahulu kebiasan ini banyak dilakuan jamaah haji asal India dan Pakistan,’’ ungkap Baluki.
Sumber | republished by (YM) Yes Muslim !
Sumber : Harian Publik - Air Zamzam, Kendi Orang Yaman: Kisah Penyerbuan Ka’bah
0 Response to "Air Zamzam, Kendi Orang Yaman: Kisah Penyerbuan Ka’bah"
Posting Komentar