(Harianpublik.com) - Hazim Al-Madani salah seorang pemerhati jihad global memberikan evaluasi sekaligus peringatan kepada gerakan jihad. Ia menghimbau agar para jihadis berhati-hati dan memperhatikan aspek politik dalam jihadnya.
- Like & ikuti halaman kami di Facebook
- Follow kami di Twitter
- Join di channel Telegram kami
Pasalnya, ada beberapa realitas yang kurang menggembirakan dialami oleh gerakan jihad. Biasanya ketika jihad (perang bersenjata) mereka telah sampai di episode akhir dengan raihan kemenangan, hasilnya justru dipetik oleh para politisi yang tidak pernah menembakkan satu peluru pun di medan perang.
Para politisi merampas hasil kerja gerakan jihad dengan merebut tampuk kekuasaan politik pasca kemenangan mujahidin melawan musuh-musuh mereka yang sebelumnya berkuasa.
Peringatan ini disampaikan Hazim Al-Madani dalam tulisannya bertajuk “Hakadza Naarol Jihad” (Beginilah Kami Memandang Jihad, red) yang sangat mencerahkan dan menyadarkan banyak pihak yang berkecimpung dalam gerakan jihad.
Jika kita renungkan, peringatan Hazim Al-Madani ini sejatinya tidak hanya berlaku pada gerakan jihad bersenjata saja. Gerakan dakwah pun mengalami fenomena yang sama walaupun dalam konteks yang berbeda. Dibanding kelompok jihad, gerakan dakwah relatif lebih beragam dan diferensiasinya pun lebih banyak. Pelakunya tentu lebih kompleks.
Dalam konteks Indonesia, gerakan dakwah yang berupaya menyadarkan umat pentingnya memperjuangkan Islam dengan jihad sebagai salah satu wasilahnya (baca : gerakan jihadis) kerap menggunakan slogan kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafusshalih dalam dakwahnya. Hal ini bukanlah sesuatu yang keliru karena memang inilah dakwah yang lurus sebagaimana telah banyak dibahas dalam banyak kajian dan artikel-artikel yang beredar.
Kelalaian Da’i Jihadis
Masalahnya adalah ketika da’i yang mengemban dakwah gerakan jihadis, lalai menunjukkan mauqif atau positioning-nya atau di awal fase dakwahnya kepada umat.
BACA JUGA Tatkala Ulama Berbicara Tentang Keindahan
Kelalaian itu berupa larutnya mereka dalam pola dakwah yang selama ini menjadi pola dakwah gerakan Salafi atau Salafi pro rezim sekuler. Gerakan ini adalah kelompok dakwah yang menisbatkan diri kepada salaf, padahal hakikatnya mereka mengadopsi paham murji’ah yang menyimpang dari manhaj Salaf itu sendiri.
Umat yang menjadi mad’u para da’i jihadis ini larut dan menyangka bahwa dakwah da’i jihadis ini sama dengan dakwah Salafi. Tentu dalam konteks hari ini di Indonesia tren para mad’u yang sadar pentingnya kembali ke manhaj salafusshalih terbiasa mengambil ilmu dari banyak da’i.
Ketika awalnya mereka mendapat ilmu manhaj salaf dari da’i jihadis, mereka lalu ikut pula kajian-kajian dari da’i lain yang mereka anggap sama dari kalangan da’i salafi pro rezim sekuler. Padahal ada perbedaan pemahaman mendasar antara da’i jihadis dan da’i pro rezim sekuler.
Akibatnya, mad’u yang awalnya mengenal manhaj salaf yang benar dari da’i jihadis terkena syubhat salafi irja’i. Tak sedikit pula yang berbalik memusuhi perjuangan penegakkan Islam dan da’i jihadis yang sebenarnya telah menyadarkan mereka pentingnya kembali ke pemahaman Islam yang lurus.
Penyebab utama hal ini adalah kelalaian (bahasa halus dari kesalahan) da’i jihadis dari menyatakan sikapnya yang jelas di awal dakwah. Sebagian da’i jihadis justru menyengaja dan menikmati posisi mereka yang dianggap oleh mad’u-nya sebagai bagian dari gerakan dakwah salafi pro rezim sekuler. Mereka sadar itu adalah kesalahpahaman mad’u, namun mereka tidak segera meluruskan sedari awal. Akibatnya, malah merugikan dakwah jihadis itu sendiri di kemudian hari.
Untuk itu, penting bagi para da’i jihadis menyadari potensi dakwah ‘salah alamat’ ini. Pasalnya, musuh-musuh Islam di Indonesia justru menggunakan dakwah salafi irja’i untuk memberangus gerakan perjuangan Islam atau minimalnya menjauhkan umat dari para pejuang Islam. Sehingga perjuangan Islam itu mati perlahan karena miskin dukungan umat.
Perbedaan yang amat tipis antara dakwah jihadis dengan dakwah salafi pro rezim sekuler memang menyulitkan umat untuk memilah. Para da’i jihadis lah yang harus pro aktif memperjelas positioning dakwahnya di mata umat sedari awal dalam rangka membantu mereka agar tidak masuk ke jurang pemahaman murji’ah yang menjadi centeng-centeng rezim sekuler memberangus gerakan Islam dengan jihadis sebagai target prioritas.
Umat yang telah disadarkan akan pentingnya kembali kepada pemahaman Islam yang lurus sebagai dipahamai Rasulullah SAW dan para Sahabat RA kemudian berpaling di kemudian hari justru memusuhi perjuangan karena syubhat salafi irja’i.
BACA JUGA Tetap Beri’dad Meski Belum Diserang
Demikian pula terjadi pada penyeru dakwahnya. Da’i yang dibina dan dibesarkan oleh gerakan jihadis kemudian terlena berdakwah dengan irama salafi pro rezim sekuler kemudian tanpa sadar lupa terhadap rahimnya tempat ia tumbuh bahkan tidak berani lagi menyinggung tentang jihad dan perjuangan dalam majelis-majelisnya.
Jika Hazim Al Madani telah mengingatkan kita agar waspada terhadap para politisi busuk yang ingin merebut kekuasaan saat gerakan jihad memenangkan pertarungan. Para da’i jihadis harus menyadari hal serupa di ranah dakwah dalam konteks yang berbeda yaitu fenomena dakwah ‘salah alamat’.[fjr]
***
Penulis: Usyaqul Hurr
Sumber: Kiblat.net
Sumber : Harian Publik - Dakwah ‘Salah Alamat’
0 Response to "Dakwah ‘Salah Alamat’"
Posting Komentar