TOP-LEFT ADS

Kakak Meneg BUMN Rini Sumarno terseret Skandal Korupsi Kondensat TPPI?

Nama Ari Soemarno, kakak Meneg BUMN Rini Sumarno dan bekas Dirut Pertamina muncul dalam dokumen kasus penjualan kondesat jatah negara. Betulkah Ari terlibat dalam kasus ini?

Kasus penunjukkan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) sebagai penjual kondensat jatah negara oleh BPH Migas (sekarang SKK Migas), tampaknya bakal menyeret nama-nama besar. Setelah mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani diperiksa petugas Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, kini nama bekas Direktur Utama Pertamina Ari Soemarno didesak untuk menjalani hal serupa.

Dalam dokumen yang dipegang pengamat energi Yusri Usman, dugaan keterlibatan mantan orang nomor satu Pertamina itu terlihat saat Presiden Direktur TPPI Honggo Wendratmo melayangkan proposal yang ditujukan langsung kepada Ari pada 28 Agustus 2007. Proposal itu berisi pengantaran senipah dan pembayaran kerosene untuk mendukung perdagangan TPPI.

Atas pembayaran itu, TPPI kemudian memberikan apresiasi kepada Pertamina atas kerjasamanya karena bisa mendapatkan Trade Finance Facility (TFF) senilai US$ 345 juta dari konsorsium perbankan yang dipimpin UOB.

Dokumen itu menyebutkan, fasilitas tersebut untuk memenuhi perjanjian Collateral Value Ratio (CVR) atau rasio nilai agunan pada level minimum 110%. Namun pada pelaksanaannya, terjadi perubahan harga kondensat dan petroleum yang mengakibatkan CVR jatuh di bawah 110% sejak Agustus 2007.

Untuk menolong jatuhnya CVR, TPPI meminta bantuan Ari Soemarno selaku Direktur Utama Pertamina. Ada dua permintaan yang diajukan TPPI. Pertama, Pertamina menyediakan dua kargo senipah (loading 28 Agustus dan 8 September 2007) dengan basis terbuka. Kedua, Pertamina membayar tunai lifting kerosene bulan Agustus yang sebelumnya disepakati.

Dalam surat balasannya, Pertamina menyetujui mengirim dua kargo senipah dengan 60 hari akun basis terbuka. Namun Pertamina meminta kondensat senipah di harga ICP+US$ 3,20 plus alpha. Alpha yang dimaksud adalah US$ 0,5. Kemudian, TPPI menyediakan 5.000 ton benzene setiap dua bulan untuk Pertamina dan Petral. Selain itu, TPPI memberikan prioritas kepada Pertamina atau Petral untuk pembelian paraxylene.

"Apakah kargo tersebut diberikan oleh Ari Soemarno selagi menjabat Dirut Pertamina? (jika diberikan), dia harus bertanggung jawab,” kata Yusri.

Belum jelas, kapan Ari akan diperiksa oleh petugas Bareskrim Polri. Yang jelas, munculnya nama Ari dalam kasus ini semakin menyedot perhatian publik. Sebab, dalam pemeriksaan dua pekan lalu, Sri Mulyani sempat menyebut nama Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sri mengatakan bahwa pada 21 Mei 2008, Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah memimpin rapat yang membahas penyelamatan TPPI. Pada saat itu rapat mendiskusikan kilang petrokimia Tuban.

Dalam rapat itu dibahas upaya menyelamatkan TPPI dengan meminta Pertamina memberikan kondensat kepada perusahaan tersebut. “Saat rapat itu saya tak hadir,” katanya.

Jusuf Kalla sendiri tidak membantah pernyataan Sri. Menurut Kalla, izin itu diberikan karena TPPI memang sedang mengalami masalah finansial. "Justru itu, kalau tidak buruk (keuangannya), tidak perlu dibantu. Jadi justru dia buruk, perlu dikasih kerjaan (jual kondensat)," ujar Kalla.

Saat itu, kata Kalla, pemerintah berupaya untuk membantu TPPI agar keuangannya bisa kembali membaik dengan pemberian izin tersebut. Ia mengatakan bahwa apabila terjadi korupsi dalam pelaksanaan penjulan kondensat itu, bukan si pemberi izin atau pemerintah sebagai pihak yang salah. "Salahnya kan bukan yang ngasih kerjanya, tapi uangnya tidak dibayar," katanya.

Mungkinkah Kalla diperiksa? Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan pemeriksaan Wakil Presiden Jusuf Kalla sepenuhnya wewenang Bareskrim Polri. Hanya saja dalam berita acara, nama JK disebut berperan secara signifikan, maka perlu diperiksa. "Kalau signifikan menguatkan kasus tindak pidana yang ditersangkakan, pasti dilakukan pemeriksaan," katanya. "Tapi, kalau tidak signifikan ya tidak."

Sri sendiri diperiksa karena hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintah pusat 2012 menyebutkan, Sri memberikan persetujuan pembayaran tak langsung kepada TPPI dalam penjualan kondensat bagian negara.

Namun Sri menjelaskan bahwa surat persetujuan itu diterbitkan berdasarkan kajian menyeluruh yang dilakukan Direktur Jenderal Anggaran dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan saat itu. Surat tersebut terbit juga atas pertimbangan surat nomor 941 tertanggal 21 Oktober 2015 dari Pertamina ihwal persetujuan pembelian Mogas 88 sebanyak 50 ribu barel per hari.

Hingga saat ini, polisi telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, serta pendiri TPPI Honggo Wendratmo.

Kasus ini memang terbilang besar. BPK menemukan kerugian negara sampai Rp 8,5 triliun dalam sejumlah kasus yang melibatkan TPPI. Potensi kerugian itu tersebar di tiga lembaga, yaitu SKK Migas, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan Pertamina.

Saat ini, yang sudah rampung adalah audit terhadap PLN yang ditaksir menimbulkan kerugian negara Rp 68 miliar. Adapun audit terhadap dua lembaga lain diperkirakan akan rampung dalam satu bulan mendatang. BPK memprediksi kerugian negara di Pertamina mencapai Rp 6 triliun dan di SKK Migas sebesar Rp 2,4 triliun.

Sumber : Harian Publik - Kakak Meneg BUMN Rini Sumarno terseret Skandal Korupsi Kondensat TPPI?

Related Posts :

0 Response to "Kakak Meneg BUMN Rini Sumarno terseret Skandal Korupsi Kondensat TPPI?"

Posting Komentar