TOP-LEFT ADS

Lika-Liku Kaum Munafik di Zaman Rasulullah SAW

Foto: Ilustrasi
(Harianpublik.com) - Salah satu musuh Islam yang paling berbahaya adalah kaum munafik. Kaum munafik lebih berbahaya dari kaum kafir asli. Sebab, kaum munafik hidup di tengah kaum muslimin dan menampakkan diri mereka sebagai bagian dari kaum muslimin. Namun, secara akidah, pemikiran, dan tujuan, mereka sejalan dengan kaum kafir dalam memusuhi kaum muslimin.
  • Like halaman kami di Facebook
  • Follow kami di Twitter 
  • Join di Channel Telegram
Kaum munafik baru muncul di Madinah pasca kemenangan kaum muslimin dalam Perang Badar, bulan Ramadhan 2 H. Merasa secara jumlah lebih kecil dan secara politik kurang menguntungkan jika memusuhi kaum muslimin, maka mereka berpura-pura masuk Islam. Namun, di dalam hati mereka tetap menyembunyikan kebencian dan permusuhan kepada Islam.

Kaum munafik di Madinah dipimpin oleh Abul Habbab Abdullah bin Ubay bin Salul Al-Kahzraji. Ia adalah pemimpin suku Khazraj. Setelah berakhirnya perang Bu’ats, perang saudara antara suku Khazraj dan suku Aus yang menewaskan banyak orang di kedua belah pihak, penduduk Madinah sepakat hendak menjadikan Abdullah bin Ubay bin Salul sebagai raja Madinah.

Keputusan itu pada akhirnya batal, karena Rasulullah SAW hijrah ke Madinah dan secara bulat diterima sebagai pemimpin Madinah. Hal itu mendorong Abdullah bin Ubay bin Salul untuk membenci dan memusuhi Rasulullah SAW.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Urwah bin Zubair dari Usamah bin Zaid bin Haritsah bahwasanya Rasulullah SAW mengendarai seekor keledai. Beliau mengenakan mantel buatan penduduk Fadak. Beliau memboncengkan cucu angkat beliau, Usamah bin Zaid bin Haritsah. Beliau akan mengunjungi Sa’ad bin Ubadah, di perkampungan Bani Harits bin Khazraj. Hal itu sebelum terjadinya perang Badar.

Dalam perjalanan, beliau melewati majlis yang di dalamnya ada Abdullah bin Ubay bin Salul, sebelum ia masuk Islam. Dalam majlis itu terdapat orang-orang Islam, orang-orang musyrik penyembah berhala, dan orang-orang Yahudi. Abdullah bin Rawahah juga hadir dalam majlis itu.

Ketika debu bekas langkah keledai Rasulullah SAW berhamburan di udara, Abdullah bin Ubay menutupi mukanya dengan mantelnya. Abdullah bin Ubay berkata, “Hai, jangan engkau menghamburkan debu ke arah kami!”

BACA JUGA Mujahid Ini Menangis Saat Menjelang Kematian, Mengapa?

Rasulullah SAW mengucapkan salam kepada mereka. Beliau lantas berhenti. Beliau mengajak mereka untuk masuk Islam. Beliau juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di hadapan mereka.

Abdullah bin Ubay berkata,

أَيُّهَاالْمَرْءُإِنَّهُلَاأَحْسَنَمِمَّاتَقُولُإِنْكَانَحَقًّافَلَاتُؤْذِنَابِهِفِيمَجْلِسِنَاارْجِعْإِلَىرَحْلِكَفَمَنْجَاءَكَفَاقْصُصْعَلَيْهِ

“Hai orang yang berbicara! Aku tidak paham apa yang engkau bicarakan. Jika apa yang engkau bicarakan itu adalah kebenaran, janganlah engkau menggangu kami dengan pembicaraan itu di majlis kami. Pulanglah engkau ke rumahmu! Barangsiapa yang datang kepadamu, ceritakan saja kepadanya pembicaraan yang kau ucapan tadi!”

Abdullah bin Rawahah berkata, “Tidak, wahai Rasulullah, sampaikanlah pembicaraan seperti itu di majlis kami, karena kami senang mendengarkannya.”

Akhirnya terhadi keributan di antara orang-orang Islam, orang-orangg-orang musyrik, dan orang-orang Yahudi. Hampir saja mereka terlibat perkelahian. Rasulullah SAW terus-menerus melerai mereka, sampai akhirnya mereka tenang kembali.

Rasulullah SAW lalu melanjutkan perjalanan ke rumah Sa’ad bin Ubadah. Setelah bertemu dengan Sa’ad bin Ubadah, beliau SAW berkata, “Wahai Sa’ad, tidakkah engkau menengar perkataan Abul Habbab —Abdullah bin Ubay—? Dia tadi mengatakan begini dan begitu.”

Sa’ad bin Ubadah menjawab,

يَارَسُولَاللَّهِاعْفُعَنْهُوَاصْفَحْعَنْهُفَوَالَّذِيأَنْزَلَعَلَيْكَالْكِتَابَلَقَدْجَاءَاللَّهُبِالْحَقِّالَّذِيأَنْزَلَعَلَيْكَلَقَدْاصْطَلَحَأَهْلُهَذِهِالْبُحَيْرَةِعَلَىأَنْيُتَوِّجُوهُفَيُعَصِّبُوهُبِالْعِصَابَةِفَلَمَّاأَبَىاللَّهُذَلِكَبِالْحَقِّالَّذِيأَعْطَاكَاللَّهُشَرِقَبِذَلِكَفَذَلِكَفَعَلَبِهِمَارَأَيْتَ

“Wahai Rasulullah, maafkanlah dia dan lupakanlah apa yang ia lakukan. Demi Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an kepada Anda, sungguh Allah telah dating dengan kebenaran yang disampaikan kepada Anda. Sebelum ini, penduduk negeri ini telah bersepakat untuk menjadikannya raja dan memakaikan kepadanya jubbah raja. Namun Allah tidak menghendaki hal itu terjadi dan Allah mengutus Anda dengan kebenaran. Itulah hal yang membuatnya marah. Itulah alasan yang menyebabkan ia melakukan hal-hal seperti itu.”

BACA JUGA Malaikat Bergegas Turun Karena Ingin Mendengarkan Bacaan Al Qur'an

Atas saran itu, Rasulullah SAW memaaafkan Abdullah bin Ubay bin Salul. Pada masa itu Nabi SAW dan para sahabat memaafkan orang-orang musyrik dan orang-orang Yahudi, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada mereka. Mereka bersabar atas gangguan orang-orang musyrik dan orang-orang Yahudi, sebagaimana perintah Allah:

وَلَتَسْمَعُنَّمِنَالَّذِينَأُوتُواالْكِتَابَمِنْقَبْلِكُمْوَمِنَالَّذِينَأَشْرَكُواأَذًىكَثِيرًاوَإِنْتَصْبِرُواوَتَتَّقُوافَإِنَّذَلِكَمِنْعَزْمِالْأُمُورِ

“Dan kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab (Yahudi dan Nasrani) sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kalian bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS. Ali Imran [3]: 186)

Dan firman-Nya:

وَدَّكَثِيرٌمِنْأَهْلِالْكِتَابِلَوْيَرُدُّونَكُمْمِنْبَعْدِإِيمَانِكُمْكُفَّارًاحَسَدًامِنْعِنْدِأَنْفُسِهِمْمِنْبَعْدِمَاتَبَيَّنَلَهُمُالْحَقُّفَاعْفُواوَاصْفَحُواحَتَّىيَأْتِيَاللَّهُبِأَمْرِهِإِنَّاللَّهَعَلَىكُلِّشَيْءٍقَدِيرٌ

“Sebahagian besar Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al-Baqarah [2]: 109)

Rasulullah SAW memaafkan mereka, sesuai perintah Allah tersebut, sampai Allah memberi beliau izin untuk bertindak. Ketika Rasulullah SAW menerjuni perang Badar dan Allah menewaskan para pemimpin musyrik suku Quraisy, Abdullah bin Ubay dan orang-orang musyrik serta penyembah berhala yang bersamanya, mengatakan, “Ini adalah perkara yang sudah terjadi, tidak bisa dihindari lagi.” Akhirnya mereka masuk Islam. (HR. Bukhari: KItab at-tafsir no. 5466)

Kaum Munafik Membela Yahudi Bani Qainuqa’

Yahudi Bani Qainuqa’ adalah kelompok pertama Yahudi Madinah yang membatalkan secara sepihak perjanjian damai dengan kaum muslimin. Saat seorang wanita muslimah bertransaksi di pasar Bani Qainuqa’, mereka menyingkap jilbab yang menutupi anggota badannya. Seorang sahabat yang hadir di pasar itu marah dan membunuh orang Yahudi yang kurang ajar tersebut. Peristiwa itu mengundang kemarahan orang-orang Yahudi di pasar. Mereka beramai-ramai mengeroyok sahabat tersebut hingga mereka berhasil membunuhnya. Peristiwa itu menjadi sebab terjadinya peperangan antara kaum muslimin dan Yahudi Bani Qainuqa’.

Pada pertengahan bulan Syawwal 2 Hijriyah, Rasulullah SAW dan pasukan Islam mengepung perkampungan Yahudi Bani Qainuqa’. Pengepungan tersebut berlangsung selama setengah bulan. Pada awal bulan Dzulqa’dah tahun kedua Hijriyah, akhirnya Yahudi Bani Qainuqa’ menyerah.

Rasulullah Saw memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menawan dan mengikat 700 laki-laki dewasa Yahudi Bani Qainuqa’. Mundzir bin Qudamah As-Sulami, seorang sahabat dari suku Aus, mendapat perintah untuk menjaga para tawanan perang tersebut.

Di sinilah pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul, melakukan segala upaya untuk menyelamatkan Yahudi Bani Qainuqa’. Sejak zaman jahiliyah, suku Khazraj adalah sekutu Yahudi Bani Qainuqa’. Sebagai “mantan” pemimpin suku Khazraj, Abdullah bin Ubay bin Salul tidak rela jika sekutu-sekutunya mendapat celaka.

Abdullah bin Ubay mendatangi Mundzir bin Qudamah As-Sulami dan berkata kepadanya, “Lepaskan mereka!”

Mundzir bin Qudamah menjawab, “Demi Allah, tidak ada seorang pun berani melepaskan mereka, kecuali aku akan menebas batang lehernya.”

Abdullah bin Ubay terpaksa mendatangi Rasulullah SAW secara langsung. Sebab keputusan menawan dan mengikat orangg-orang Yahudi Bani Qainuqa’ berasal dari Rasulullah SAW sendiri. Abdullah bin Ubay berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Muhammad, berbuat baiklah kepada sekutu-sekutuku!”

Rasulullah SAW sempat berhenti oleh ucapan kasar Abdullah bin Ubay tersebut. Namun beliau tidak mengacuhkan permintaannya.

Abdullah bin Ubay kembali mengulangi permintaannya dengan kasar. “Wahai Muhammad, berbuat baiklah kepada sekutu-sekutuku!”

BACA JUGA Jawaban Ulama Saat Diiming-imingi Dunia

Rasulullah SAW memalingkan wajahnya dan tidak mempedulikan permintaan itu. Abdullah bin Ubay naik pitam dan mencengkeramkan telapak tangannya pada lubang baju besi Rasulullah SAW. Sekali lagi, ia mengulang permintaannya dengan kasar. “Wahai Muhammad, berbuat baiklah kepada sekutu-sekutuku!”

Rasulullah SAW marah sampai hal itu terlihat pada raut muka beliau. “Celaka engkau, lepaskan aku!” kata beliau.

Tapi Abdullah bin Ubay tidak mau mengalah. Ia terus mendesak Rasulullah SAW. “Tidak, demi Allah, aku tidak akan melepaskanmu sampai engkau berbuat baik kepada sekutu-sekutuku. Empat ratus prajurit yang tidak memakai baju besi dan tiga ratus prajurit yang memakai baju besi; selama ini mereka yang melindungiku dari serangan musuh. Apakah engkau hendak melenyapkan nyawa mereka semua dalam satu hari? Sungguh, demi Allah, aku khawatir tertimpa bencana.”

Akhirnya Rasulullah SAW memenuhi desakan Abdullah bin Ubay. “Baiklah, aku serahkan mereka kepadamu.” (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, III/377)

Dengan itu, akhirnya 700 orang Yahudi Bani Qainuqa’ dibebaskan. Mereka tidak lagi dibelenggu, tidak ditawan, dan juga tidak dihukum mati. Mereka dibiarkan meninggalkan kota Madinah. Keselamatan nyawa kaum Yahudi Bani Qainuqa’ tersebut adalah hasil lobi pemimpin kaum munafik.

Perkampungan Yahudi Bani Qainuqa’, lengkap dengan tanah, rumah, dan pasarnya menjadi harta rampasan perang kaum muslimin. Sahabat Muhammad bin Maslamah diberi perintah untuk mengumpulkan dan menghitungnya.

Lalu Rasulullah SAW kembali ke rumahnya. Uwaim bin Sa’idah Al-Anshari, seorang sahabat dari suku Aus, berjaga-jaga di depan pintu rumah beliau. Abdullah bin Ubay ternyata belum puas dengan keputusan Rasulullah SAW. Ia hendak mendesak beliau agar membiarkan kaum Yahudi Bani Qainuqa’ tinggal di Madinah. Ia buru-buru hendak menemui Rasulullah SAW. Namun Uwaim bin Sa’idah menghadangnya di depan pintu.

“Engkau tidak boleh masuk, sampai Rasulullah SAW memberimu izin!” kata Uwaim.

Abdullah bin Ubay marah dan mendorong badan Uwaim. Namun Uwaim tidak mau mengalah. Ia kembali menghadang Abdullah bin Ubay. Bahkan Uwaim mendorong wajah Abdullah bin Ubay ke tembok rumah, sampai wajahnya berdarah. (Ash-Shalabi, As-Sirah  An-Nabawiyah ‘Ardhu Waqai’ wa Tahlilu Ahdats, hlm. 451)

BACA JUGA Rumput Agama Kita Lebih Hijau

Kesimpulan dan Pelajaran

Dari peristiwa sejarah di atas, kita bisa menarik beberapa pelajaran penting, khususnya yang berkaitan dengan makar kaum munafik.

Kaum munafik di Madinah pada awalnya adalah orang-orang musyrik penyembah berhala.
Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh dari suku Khazraj, adalah pemimpin mereka.
Abdullah bin Ubay bin Salul mendendam dan memusuhi Rasulullah SAW, karena kedatangan beliau SAW di Madinah telah menggagalkan penobatan Abdullah bin Ubay sebagai calon raja Madinah.

Abdullah bin Ubay berpura-pura masuk Islam pada awal bulan Syawal 2 H, setelah kemenangan pasukan Islam dalam perang Badar.
Satu bulan setelah berpura-pura masuk Islam, Abdullah bin Ubay menampakkan loyalitasnya kepada sekutunya, yaitu Yahudi Bani Qainuqa’.
Abdullah bin Ubay terus-menerus mendesak Rasulullah SAW agar membebaskan 700 orang Yahudi Bani Qainuqa’ yang menjadi tawanan perang.
Karena pertimbangan siyasah syar’iyah, Rasulullah SAW akhirnya mengalah dan memenuhi permintaan Abdullah bin Ubay.
Keberadaan orang-orang munafik dalam barisan pasukan Islam adalah fakta yang telah terjadi sejak zaman Rasulullah SAW.
Kaum munafik memerlukan taktik dan siasat tersendiri untuk menghadapi mereka. Namun keberadaan kaum munafik dalam pasukan Islam tidak menghalangi Rasulullah SAW dan para sahabat untuk melanjutkan perjuangan bersama.
Wallahu a’lam bish-shawab.

***
Penulis : Fauzan

Referensi:

Ismail bin Umar bin Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Bidayah wa An-Nihayah, Beirut: Darul Ma’rifah, cet. 5, 1420 H.

Ali bin Muhammad Ash-Shallabi, As-Sirah An-Nabawiyah: ‘Ardhu Waqai’ wa Tahlilu Ahdats, Kairo: Dar Ibni Al-Jauzi, cet. 4, 1433 H.

Nashir Muhammadi Muhammad Jad, At-Ta’amul Ma’a Ghairil Muslimin fi Al-‘Ahdi An-Nabawi, Riyadh: Darul Maiman, cet. 1, 1430 H.

Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadawi, As-Sirah An-Nabawiyah, Damaskus: Dar Ibni Katsir, cet. 3, 1425 H.

Sumber: Kiblat.net




Sumber : Harian Publik - Lika-Liku Kaum Munafik di Zaman Rasulullah SAW

Related Posts :

0 Response to "Lika-Liku Kaum Munafik di Zaman Rasulullah SAW"

Posting Komentar