![]() |
ILUSTRASI |
Resepsionis di Institut Inovasi Media (Institute of Media Innovation/ IMI) di Universitas Teknologi Nanyang di Singapura adalah perempuan berambut coklat bernama Nadine.
Dari jauh, tidak ada yang aneh dari penampilannya. Namun jika dilihat dari dekat, keraguan mulai muncul. Ya, dia adalah sebuah robot.
Nadine adalah robot "cerdas" yang mampu bertindak secara independen. Untuk sebuah mesin, penampilan dan perilakunya sangat alami.
Dia dapat mengenali orang dan emosi manusia, dan dapat mengaitkan hal menggunakan database pengetahuannya.
Di IMI, kemampuan Nadine masih ditingkatkan sebagai resepsionis. Namun tak lama lagi, Nadine mungkin dapat menjadi suster perawat nenek Anda.
Populasi menua
Penelitian untuk menggunakan robot sebagai perawat atau suster semakin meningkat. Tak sulit untuk melihat mengapa.
Populasi global semakin menua, yang memberikan tekanan pada sistem layanan kesehatan.
Banyak kaum jompo berusia 80-an tahun ymungkin hanya membutuhkan teman untuk mengobrol atau seseorang yang dapat mengawasi jika mereka jatuh. Namun, sebagian di antara mereka menderita penyakit serius, seperti demensia.
Persahabatan seperti karakter Frank Langella dan perawat robotnya di film Robot and Frank dapat menjadi nayata di kemudian hari.
Bagaimana kita dapat menyediakan perawatan yang berkualitas untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan ini? Banyak pakar yang berpikir jawabannya dapat berupa robot.
Nadine dikembangkan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Prof Nadia Thalmann. Mereka telah meneliti manusia virtual selama bertahun-tahun. Nadine, misalnya, telah ada selama tiga tahun.
"Dia memiliki kapasitas seperti manusia untuk mengenali orang-orang, emosi dan pada saat bersamaan mengingat mereka," kata Prof Thalmann.
Secara otomatis, menurutnya, Nadine beradaptasi dengan orang dan situasi yang dihadapinya, sehingga cocok untuk merawat orang tua.
Robot ini dapat memonitor kesehatan pasien, meminta bantuan dalam kasus darurat, mengobrol, membacakan cerita atau bermain. "Humanoid tidak pernah letih atau bosan," kata Prof Thalmann. "Dia hanya akan mengerjakan apa yang ditugaskan."
Meski begitu, Nadine tidaklah sempurna. Dia kesulitan mengerti logat, dan koordinasi tangannya belum sempurna. Namun Prof Thalmann berkata robot sudah dapat merawat orang tua dalam 10 tahun.
Perusahaan teknologi raksasa AS, IBM, juga sibuk dengan penelitian robo-nurse (robot perawat), bekerja sama dengan Universitas Rice di Houston, Texas.
Mereka telah menciptakan Multi-Purpose Eldercare Robot Assistant (Mera) IBM atau robot asisten perawat multifungsi.
Mera dapat memonitor detak jantung dan pernafasan pasien dengan menganalisa video muka mereka. Robot itu juga dapat melihat apakah pasien jatuh dan menyalurkan informasi ke perawat.
Meski begitu, tidak semua siap untuk perawat robot, terang Susann Keohane, pemimpin penelitian global untuk inisiatif strategis pada penuaan IBM.
Pandangan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Gartner, yang menemukan "perlawanan" untuk penggunaan robot humanoid dalam perawatan orang tua.
Orang-orang tidak nyaman dengan ide bahwa orang tua mereka dirawat oleh robot, meski bukti menunjukkan itu lebih hemat, kata Kanae Maita, analis utama di inovasi teknologi personal di
Di tengah-tengah keraguan itu, IBM yakin penelitian Internet of Things (IoT) mereka dapat terbukti tercapai lebih segera.
Perusahaan itu meneliti bagaiamana sensor dan IoT dapat mengidentifikasi perubahan di kondisi fisik atau anomali di lingkungan seseorang.
Dengan merekam bacaan atmosfer - seperti karbon dioksida - di ruangan pasien, perawat dapat mengerti kebiasaan seseorang, seperti kapan mereka makan siang, atau berjalan-jalan, tanpa menyerang ruang pribadi mereka. Para perawat dapat menandai perubahan dengan cepat dan merespon sesuai kebutuhan.
Keohane berkata: "Ada kesempatan nyata untuk menciptakan solusi inovatif yang baru, termasuk penggunaan robot dan Internet of Things, yang akan membantu orang-orang mengembangkan independensinya, dan memperkaya kualitas kehidupan mereka."
Robo-pets (robot peliharaan)
Meski penggunaan humanoid yang semakin melebar masih panjang, , robo-pets (robot peliharaan) sudah digunakan di seluruh dunia.
robot
AIST
Percobaan robot anjing laut Paro menunjukkan hasil yang positif dengan pasien demensia.
Dikembangkan di Jepang, Paro adalah terapis bayi anjing laut bayi yang telah menunjukkan dapat mengurangi tanda-tanda perilaku dan psikologi demensia.
Anjing laut merespon sentuhan dan didesain untuk membuat kontak mata. Sudah digunakan sekitar 5.000 buah.
Percobaan klinis dengan pasien demesia, dilakukan oleh tim Dr Sandra Petersen di Universitas Texas di Tyler, Texas, menemukan bahwa Paro memperbaiki gejala seperti depresi, kecemasan dan stress. Kebutuhan untuk pengobatan yang terkait dengan gejala dapat dikurangi hingga sepertiganya.
Dalam beberapa kasus hasilnya bahkan lebih mengagumkan. Dr Petersen berkata: "Beberapa pasien yang sudah non-verbal mulai berbicara lagi - awalnya ke anjing laut, lalu ke orang lain tentang anjing laut."
Ada kelemahan dari robo-pets, seperti diakui Dr Petersen - yang paling nyata adalah biayanya. Sebuah Paro berbiaya sebesar US$5.000 (Rp66 juta).
Ada juga keengganan dari beberapa orang di dunia medis unruk mengadopsi terapis yang tidak memiliki latar belakang farmakologi.
Meski begitu, Dr Petersen yakin bahwa Paro dapat memiliki peranan di banyak ruang lingkup yang berkaitan dengan kesehatan, karena kecerdasan buatan anjing laut itu dapat diprogram untuk mengadaptasi serangkaian tingkah laku
"Saya kira Paro dapat meiliki peranan di perawatan post-traumatic stress disorder (stress akibat trauma), dalam rehabilitasi neurokognitif di pasien stroke, dan dengan pasien yang kesakitan atau dalam perawatan paliatif," katanya.
"Anak-anak dengan autism dapat membaik dari interaksi dengan anjing laut."
Masalah etis
Tak dapat dipungkiri, ada beberapa kelemahan dari solusi robotik ini.
Satu isu, kata Prof Sethu Vijayakumar, direktur Pusat Robotik Universitas Edinburgh, adalah apakah penyebaran perawat humanoid dapat mengarah ke isolasi yang semakin besar bagi para orang tua..
"Kita harus menanyakan: apakah [robot] mengisolasi manusia semakin dalam, atau benar-benar membantu manusia?" kata Prof Vijayakumar.
Penggunaan robot juga menimbulkan kekhawatiran tentang isu data pribadi, tambahnya.
"Kualitas dan personalisasi layanan [robotik] secara proporsional berkaitand engan jumlah data yang anda masukkan ke sistem. Data anda menjadi sejenis kurs untuk akses atas layanan yang lebih baik.
"Sebuah harga yang menarik untuk masalah etis. Sebuah area yang sangat sensitif."
Mengesampingkan kekhawatiran yang ada, Prof Vijayakumar berkata perkembangan robot perawat tak dapat dielakkan. "Jika demografis tak berubah, kita akan melihat penggunaan robot yang signifikan untuk mengurusi masalah usia tua."
Sumber: tribunnews
Sumber : Harian Publik - Miris, Benarkah Robot Menjadi Solusi Untuk Kebutuhan Kaum Jompo?
0 Response to "Miris, Benarkah Robot Menjadi Solusi Untuk Kebutuhan Kaum Jompo?"
Posting Komentar