
Begitu kata Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma yang menyambut baik putusan PTUN Jakarta itu.
“Ini satu lagi bukti Ahok itu bukan orang baik dan bersih,” kata Lieus dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Jumat (17/3).
Dijelaskan Lieus, putusan PTUN itu bahwa upaya-upaya keras Ahok dalam memuluskan proyek reklamasi yang merugikan masyarakat itu merupakan keputusan yang salah.
“Kebusukan tak bisa lagi ditutup-tutupi. Kinilah saatnya kebenaran harus menang,” katanya.
Lieus mengatakan bahwa selama memimpin, Ahok telah menganggap DKI sebagai perusahaan pribadi. Hal ini dicontohkan dengan salah satu alasan hakim PTUN menolak reklamasi karena Ahok tidak melakukan proses konsultasi publik dengan benar dalam penyusunan kajian analisis dampak lingkungan (Amdal).
Padahal syarat itu tertera dalam Pasal 30 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lieus berharap Pemprov DKI mematuhinya putusan majelis hakim PTUN untuk segera menghentikan semua kegiatan yang terkait reklamasi di Teluk Jakarta. Ia juga meminta pelaksana tugas (Plt) gubernur DKI Soemarsono untuk tidak melakukan banding.
“Sudahlah. PTUN kan sudah memutuskan bahwa proyek reklamasi itu melanggar hukum dan lebih besar kerugian yang ditimbulkannya ketimbang manfaatnya. Lebih baik energi dan uang Pemprov digunakan untuk kegiatan yang lebih bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Jakarta daripada terus menerus berperkara di pengadilan,” katanya.
Dalam sidang yang berlangsung Kamis (16/3), PTUN Jakarta memenangkan seluruh gugatan nelayan terhadap Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama terkait reklamasi Teluk Jakarta.
Hakim PTUN mengabulkan semua gugatan kelompok nelayan pembela lingkungan hidup terhadap izin reklamasi Pulau K, Pulai F dan Pulau I yang diberikan Pemerintah Provinsi Jakarta kepada sejumlah pengembang.
Dalam amar putusannya, majelis hakim PTUN menyatakan keputusan gubernur provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 2485 tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk harus dibatalkan. Termasuk mewajibkan tergugat untuk mencabut surat izin pelaksanaan reklamasi Pulau K tersebut.
Majelis hakim PTUN juga mengabulkan seluruh gugatan nelayan atas reklamasi Pulau F yang dilakukan PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Majelis hakim memutuskan keputusan Gubernur DKI nomor 2268 Tahun 2015 tentang pemberian izin reklamasi pulau F kepada PT Jakarta Propertindo itu harus batal.
Hakim juga mewajibkan tergugat untuk mencabut Keputusan Gubernur DKI Nomor 2268 Tahun 2015 itu dan memerintahkan untuk menghentikan kegiatan apapun di proyek reklamasi Pulau F.
Selain reklamasi di Pulau K dan F, hakim PTUN Jakarta juga membatalkan izin reklamasi untuk Pulau I yang diberikan pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada PT Jaladri Kartika Ekapaksi dan menyatakan keputusan Gubernur DKI nomor 2269 tahun 2016 tentang izin pelaksanaan reklamasi Pulau I batal.
Sebelumnya, PTUN Jakarta juga sudah mengabulkan gugatan nelayan atas Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G yang dikelola oleh PT Muara Wisesa Samudra. Menurut majelis hakim PTUN, semua proyek reklamasi itu menimbulkan kerugian yang besar terhadap ekosystem Teluk Jakarta dan khususnya pada nelayan di Jakarta. (rmol)
Sumber : Harian Publik - Rakyat Menang Atas Diberhentikannya Reklamasi, Bukti Ahok Seorang Gegabah dan Suka Melanggar Hukum
0 Response to "Rakyat Menang Atas Diberhentikannya Reklamasi, Bukti Ahok Seorang Gegabah dan Suka Melanggar Hukum"
Posting Komentar