
Harianpublik.com - SAYA keliru dalam menduga aksi penyemenan kaki di depan Istana Negara akan berhenti setelah para petani Kendeng mengantar jenazah almarhumah Patmi kembali ke kampung halaman di desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati untuk dimakamkan di desanya.
Ternyata sehari setelah wafatnya Patmi, pada hari Rabu 22 Maret 2017 sejumlah aktivis beberapa LSM sosial dan hukum langsung melakukan aksi penyemenan kaki masing-masing di depan Istana Negara sebagai bentuk solidaritas dan penghormatan terhadap Patmi.
Tampak di antara para penyemen kaki kali ini bukan para petani Kendeng namun Alghif (Direktur LBH Jakarta), Yani (Koordinator Kontras), Willy (Direktur LBH Bandung), Bire (LMND), Luftri (SPBN), Dewi Kartika (Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria), Merah (Koordinator Jatam), Sastro (Ketua Umum KPRI).
Akun Twitter @LBH Jakarta berkicau "Solidaritas ini untuk meneruskan perjuangan Ibu Patmi yang menuntut Jokowi untuk menghentikan pabrik semen di Kendeng".
Bahkan menurut Direktur LBH Jakarta, Alghifari Aqsa, para aktivis LSM lain akan melanjutkan solidaritas dan penghormatan terhadap Patmi dengan menyemen kaki mau pun aneka ragam bentuk aksi lain-lainnya.
Aksi penyemenan kaki memang telah menimbulkan keprihatinan publik termasuk saya dalam hal kesehatan karena menyemen kaki memang bukan perilaku yang menyehatkan tubuh manusia. Namun yang paling memprihatinkan adalah adanya pihak-pihak yang menghujat para petani Kendeng sebagai para anarkis yang menghambat pembangunan infrastruktur yang justru sedang digalakkan oleh pemerintah di bawah pimpinan presiden Jokowi.
Para petani Kendeng difitnah sebagai kelompok pemberontak yang menghambat pembangunan pabrik semen yang merupakan bagian dari program pembangunan negara dan bangsa Indonesia demi berjuang mencapai cita-cita terluhur bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur. Meski yang dimakmurkan ternyata bukan para petani Kendeng.
Ada pula fitnah keji bahwa sebenarnya para petani Kendeng tidak keberatan atas pembangunan pabrik semen namun diprovokasi oleh para LSM aktifis sosial dan lingkungan hidup untuk melakukan perlawanan terhadap pembangunan pabrik semen di kawasan pegunungan kapur Kendeng.
Tampaknya para penghujat dan pemfitnah tidak tahu atau tidak mau tahu atau bahkan pura-pura tidak tahu bahwa sebenarnya para petani Kendeng melakukan protes sampai tega menyemen kaki mereka sendiri bukan atas provokasi pihak manapun namun justru karena para petani Kendeng secara bukan saja secara alami namun bahkan juga secara kodrati memiliki kesadaran ekologis bahwa pembangunan pabrik semen di kawasan dimana mereka secara turun-menurun sudah mencari nafkah sebagai petani akan secara cepat atau lambat namun pasti akan merusak bahkan memusnahkan lahan pertanian di sekitar kawasan pegunungan kapur Kendeng.
Tidak ada alasan politis di balik aksi penyemenan kaki para petani Kendeng. Yang ada hanya alasan psiko-sosial yaitu kekuatiran para petani Kendeng atas perusakan bahkan pemusnahan lahan pertanian sebagai satu-satunya sumber nafkah maupun lingkungan alam, sosial, dan budaya peradaban masyarakat Kendeng.
Tampaknya para petani Kendeng dengan segenap kesederhanaan nurani serta ketulusan sanubari mereka memang jauh lebih mampu akibat lebih mau ketimbang Pemerintah Indonesia dalam menghayati makna luhur yang terkandung di dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan yang telah disepakati segenap anggota Persatuan Bangsa-Bangsa termasuk Indonesia sebagai pedoman pembangunan planet bumi termasuk Indonesia pada abad XXI tanpa mengorbankan lingkungan alam, sosial, budaya apalagi manusia.
Kalau mau pembangunan pasti mampu ditalaksan. [Mediaislam.org/rmol]
Penulis adalah pembelajar Agenda Pembangunan Berkelanjutan tanpa mengorbankan alam apalagi manusia
Sumber : Harian Publik - Solidaritas Dan Penghormatan Terhadap Patmi, Sang Pejuang Keadilan Petani Kendeng
0 Response to "Solidaritas Dan Penghormatan Terhadap Patmi, Sang Pejuang Keadilan Petani Kendeng"
Posting Komentar