
Dakwah Media - Di depan mata Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang seharusnya bisa digunakan untuk menuntaskan kemiskinan. Waktu lima tahun adalah waktu yang lebih dari cukup untuk mentuntaskan kemiskinan. Kapitalisme juga telah memberikan jalan bagi negara imperialis untuk mengobok-obok kekayaan alam Indonesia.
Sebagaimana diketahui, dalam konsep negara kesejahteraan atau keynesianisme, peranan negara dalam perekonomian tidak dibatasi hanya sebagai pembuat peraturan, tetapi diperluas sehingga meliputi pula kewenangan untuk melakukan intervensi fiskal dan moneter, khususnya untuk menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja dan menjamin stabilitas moneter. Terkait dengan penciptaan lapangan kerja, Keynes bahkan dengan tegas mengatakan: “Selama masih ada pengangguran, selama itu pula campur tangan negara dalam perekonomian tetap dibenarkan.”
Namun kedigdayaan keynesianisme tidak bertahan lama. Pada awal 1970-an, menyusul terpilihnya Reagen sebagai presiden AS dan Tatcher sebagai Perdana Menteri Inggris, neoliberalisme secara mengejutkan menemukan momentum untuk diterapkan secara luas. Di Amerika hal itu ditandai dengan dilakukannya pengurangan subsidi kesehatan secara besar-besaran, sedang di Inggris ditandai dengan dilakukannya privatisasi BUMN secara massal.
Selanjutnya, terkait dengan negara-negara sedang berkembang, penerapan neoliberalisme menemukan momentumnya pada akhir 1980-an. Menyusul terjadinya krisis moneter secara luas di negara-negara Amerika Latin. Departemen Keuangan AS bekerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF), merumuskan sebuah paket kebijakan ekonomi neoliberal yang dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington. Inti paket kebijakan Konsensus Washington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut adalah sebagai berikut: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk kebijakan penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan; (3) liberalisasi perdagangan; dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN.
Di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997/1998 lalu. Secara terinci hal itu dapat disimak dalam berbagai nota kesepahaman yang ditandatatangani pemerintah bersama IMF. Setelah berakhirnya keterlibatan langsung IMF pada 2006 lalu, pelaksanaan agenda-agenda tersebut selanjutnya dikawal oleh Bank Dunia, ADB dan USAID.
Selama ideologi kapitalisme neoliberalisme tetap dianut di negeri ini maka pergantian pemimpin dan kabinet tidak akan memberikan perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Yang berganti hanya orangnya saja sedangkan ideologi dan sistemnya tidak pernah berubah. Selama ideologi dan sistemnya tidak berubah maka perubahan mendasar dan perbaikan kehidupan masyarakat secara merata tidak akan terwujud. Karena secara ideologi, kapitalisme dan turunannya neo liberalisme memang tidak pro rakyat, melainkan pro kapitalis. Apa yang terjadi selama ini di negeri ini adalah buktinya. Masihkah kita memerlukan bukti yang lebih banyak lagi?
Melanjutkan ideologi capitalism bukan hanya pangkal kekeliruan tapi menjadi dosa besar pemerintah baru. Menerapkan ideologi kapitalisme disamping merugikan rakyat, menghancurkan negara juga merupakan kemaksiatan yang terbesar karena berhukum pada hukum kufur. Padahal Allah SWT telah memerintahkan untuk menjalankan syariat Islam secara menyeluruh.
Penerapan syariah Islam juga secara praktis akan menghentikan kemiskinan meluas ditengah masyarakat. Politik ekonomi syariah yang mewajibkan negara menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat (sandang,pangan, dan papan) akan menjamin kesejahteraan rakyat disamping pendidikan dan kesehatan gratis.
Hasil kekayaan alam yang melimpah dari tambang emas, perak, minyak, gas akan digunakan untuk kepentingan rakyat, karena berdasarkan syariah Islam merupakan pemilikan umum (al milkiyah al ‘amah) yang wajib dikelola negara dengan baik untuk kemashlahatan rakyat. Kebijakan ini akan menghentikan penjajahan negara-negara kapitalis di Indonesia.
Penerapan syariah Islam akan menghentikan terror terhadap umat Islam atas nama perang melawan terorisme. Perang melawan terorisme ala AS ini telah menjadikan Islam dan umat Islam sebagai obyek. Mulai dari stigma negative terhadap syariah Islam dan symbol-simbol Islam sampai pengawasan dakwah. Siapapun yang diberikan label sebagai teroris kemudian diperlakukan seenaknya oleh aparat, padahal belum terbukti atau ada kemungkinan keliru dalam penangkapan.
Oleh: Wiwik Purwanti (analis di Muslimah Voice)
Sebagaimana diketahui, dalam konsep negara kesejahteraan atau keynesianisme, peranan negara dalam perekonomian tidak dibatasi hanya sebagai pembuat peraturan, tetapi diperluas sehingga meliputi pula kewenangan untuk melakukan intervensi fiskal dan moneter, khususnya untuk menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja dan menjamin stabilitas moneter. Terkait dengan penciptaan lapangan kerja, Keynes bahkan dengan tegas mengatakan: “Selama masih ada pengangguran, selama itu pula campur tangan negara dalam perekonomian tetap dibenarkan.”
Namun kedigdayaan keynesianisme tidak bertahan lama. Pada awal 1970-an, menyusul terpilihnya Reagen sebagai presiden AS dan Tatcher sebagai Perdana Menteri Inggris, neoliberalisme secara mengejutkan menemukan momentum untuk diterapkan secara luas. Di Amerika hal itu ditandai dengan dilakukannya pengurangan subsidi kesehatan secara besar-besaran, sedang di Inggris ditandai dengan dilakukannya privatisasi BUMN secara massal.
Selanjutnya, terkait dengan negara-negara sedang berkembang, penerapan neoliberalisme menemukan momentumnya pada akhir 1980-an. Menyusul terjadinya krisis moneter secara luas di negara-negara Amerika Latin. Departemen Keuangan AS bekerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF), merumuskan sebuah paket kebijakan ekonomi neoliberal yang dikenal sebagai paket kebijakan Konsensus Washington. Inti paket kebijakan Konsensus Washington yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut adalah sebagai berikut: (1) pelaksanaan kebijakan anggaran ketat, termasuk kebijakan penghapusan subsidi; (2) liberalisasi sektor keuangan; (3) liberalisasi perdagangan; dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN.
Di Indonesia, pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara masif berlangsung setelah perekonomian Indonesia dilanda krisis moneter pada 1997/1998 lalu. Secara terinci hal itu dapat disimak dalam berbagai nota kesepahaman yang ditandatatangani pemerintah bersama IMF. Setelah berakhirnya keterlibatan langsung IMF pada 2006 lalu, pelaksanaan agenda-agenda tersebut selanjutnya dikawal oleh Bank Dunia, ADB dan USAID.
Selama ideologi kapitalisme neoliberalisme tetap dianut di negeri ini maka pergantian pemimpin dan kabinet tidak akan memberikan perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Yang berganti hanya orangnya saja sedangkan ideologi dan sistemnya tidak pernah berubah. Selama ideologi dan sistemnya tidak berubah maka perubahan mendasar dan perbaikan kehidupan masyarakat secara merata tidak akan terwujud. Karena secara ideologi, kapitalisme dan turunannya neo liberalisme memang tidak pro rakyat, melainkan pro kapitalis. Apa yang terjadi selama ini di negeri ini adalah buktinya. Masihkah kita memerlukan bukti yang lebih banyak lagi?
Melanjutkan ideologi capitalism bukan hanya pangkal kekeliruan tapi menjadi dosa besar pemerintah baru. Menerapkan ideologi kapitalisme disamping merugikan rakyat, menghancurkan negara juga merupakan kemaksiatan yang terbesar karena berhukum pada hukum kufur. Padahal Allah SWT telah memerintahkan untuk menjalankan syariat Islam secara menyeluruh.
Penerapan syariah Islam juga secara praktis akan menghentikan kemiskinan meluas ditengah masyarakat. Politik ekonomi syariah yang mewajibkan negara menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat (sandang,pangan, dan papan) akan menjamin kesejahteraan rakyat disamping pendidikan dan kesehatan gratis.
Hasil kekayaan alam yang melimpah dari tambang emas, perak, minyak, gas akan digunakan untuk kepentingan rakyat, karena berdasarkan syariah Islam merupakan pemilikan umum (al milkiyah al ‘amah) yang wajib dikelola negara dengan baik untuk kemashlahatan rakyat. Kebijakan ini akan menghentikan penjajahan negara-negara kapitalis di Indonesia.
Penerapan syariah Islam akan menghentikan terror terhadap umat Islam atas nama perang melawan terorisme. Perang melawan terorisme ala AS ini telah menjadikan Islam dan umat Islam sebagai obyek. Mulai dari stigma negative terhadap syariah Islam dan symbol-simbol Islam sampai pengawasan dakwah. Siapapun yang diberikan label sebagai teroris kemudian diperlakukan seenaknya oleh aparat, padahal belum terbukti atau ada kemungkinan keliru dalam penangkapan.
Oleh: Wiwik Purwanti (analis di Muslimah Voice)
Sumber : Harian Publik - Seruan Berulang Untuk Pembebasan: Selamatkan Indonesia dengan Syariah
0 Response to "Seruan Berulang Untuk Pembebasan: Selamatkan Indonesia dengan Syariah"
Posting Komentar