TOP-LEFT ADS

Bubarin Golkar, PDIP, Demokrat Emang Pemerintah Berani?



MediaIslam.Org - Dalam surat dakwaan milik Irman dan Sugiharto, yang dibacakan pada sidang perdana Kamis (9/3) lalu disebut ada sejumlah partai ikut menikmati duit korupsi proyek e-KTP. Tiga di antaraya: Golkar yang kebagian Rp 150 miliar, Demokrat Rp 150 miliar dan PDIP Rp 80 miliar.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya tentu akan menindaklanjuti dan menelusuri aliran uang tersebut. Hanya saja, sebelum mengusut lebih jauh, KPK akan melihat lebih dulu apakah duit korupsi e-KTP itu benar-benar terealisasi dan diterima oleh tiga parpol tersebut atau tidak. "Kedua, kami akan lihat lebih jauh kalau ada realisasi, apakah uang itu diterima oleh institusi atau personal," kata Febri, di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jakarta, kemarin.

Menurut Febri hal itu penting, jika akan mengusut kasus pidana korupsi oleh korporasi. Pihaknya tentu akan melihat undang-undang partai politik di satu sisi dan undang-undang tipikor di sisi lain. "Kami tidak ingin berandai-andai dulu. Kemajuan lebih rinci nanti bisa kita saksikan di persidangan," kata Febri.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan, tengah mempelajari kemungkinan menjerat partai politik dalam kasus ini. Penyidik KPK, kata dia, sudah ditatar soal Peraturan Mahkamah Agung (MA) yang dijadikan senjata KPK untuk menjerat korporasi juga parpol. "Kalau ikuti mainstream-nya dan Peraturan MA, bisa," kata Saut kepada wartawan.

Peraturan MA yang dimaksud Peraturan MA No 13/2016 tentang Tata Cara Penanganan Tipikor oleh Korporasi. Dalam aturan disebutkan jika sebuah korporasi diduga melakukan tindak pidana, maka penanggung jawab korporasi bisa dipidana. Korporasi juga dikenakan denda sesuai undang-undang. Dengan aturan MA itu maka peluang menghukum parpol juga terbuka.

Seiring dengan tuntutan menjerat parpol, muncul juga desakan untuk membubarkan parpol yang menerima duit korupsi e-KTP. Satu di antaranya disuarakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus. Dia meminta Presiden Jokowi membubarkan Golkar dan Demokrat, dengan cara mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi. Alasannya, menurut Petrus, kedua partai itu diduga berperan dalam kasus korupsi e-KTP.

"Saatnya Presiden Jokowi mengambil inisiatif mengajukan permohonan membubarkan Golkar dan Demokrat ke MK, berdasar rekomendasi hasil penyidikan KPK," kata Petrus dalam pesan tertulisnya, kemarin. Petrus mengutip surat dakwaan Irman dan Sugiharto yang menyebut duir korupsi itu berasal dari Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada Setya Novanto dari Golkar serta Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin dari Demokrat.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, munculnya ide pembubaran parpol penerima duit korupsi adalah ide bagus. "Namun tidak realistis," kata Mahfud, saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam. Mahfud menjelaskan, menurut undang-undang yang bisa membubarkan partai politik adalah MK. Dan MK baru bisa mempertimbangkan kalau yang mengajukan permohonan pembubaran adalah Presiden. Bukan KPK, LSM, atau ormas. "Hanya pemerintah yang bisa mengajukan permohonan itu," tegasnya.

Nah melihat situasi politik saat inim rasanya sulit mendorong pemerintah mengajukan permohonan tersebut. Ada beberapa alasan. Pertama, partai yang diduga menerima duit adalah sebagian besar parpol pendukung pemerintah. "Hampir tidak mungkin pemerintah mengajukan permohonan pembubaran partai," ujarnya.

Menurut dia, yang paling realistis adalah menghukum orang-orang yang secara personal menerima aliran duit e-KTP. Dan menurutnya, sikap Presiden dalam hal ini sudah tepat. Tanpa mempersoalkan partai mana, tapi orangnya disusut tanpa pandang bulu dan diselesaikan cepat. "Dan parpol pun sebaiknya jangan main-main segera menyerahkan orang-orang yang terlibat tanpa melakukan perlawanan politik," ujarnya.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra bikin tulisan panjang membahas kemungkinan pembubaran parpol yang menerima duit haram e-KTP. "Masalah ini panjang dan berliku," tulis Yusril dalam artikel berjudul "KPK Harus Menyidik Parpol Yang Diduga Menerima Suap KTP-El agar MK Dapat Membubarkannya".

Menurut Yusril, secara politik, boleh dikatakan mustahil ada presiden dari suatu partai akan mengajukan perkara pembubaran partainya sendiri ke MK. Presiden mana pun hanya mungkin melakukan itu jika, pertama, ada putusan pengadilan yangg telah berkekuatan hukum tetap yang menyatakan partainya secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan korupsi (kejahatan korporasi) dan pimpinannya dijatuhi hukuman.

"Kedua, jika ada desakan publik dan desakan politik yang begitu keras, yang mendesak Presiden untuk mengambil langkah mengajukan perkara pembubaran partai yang telah terbukti melakukan korupsi ke MK," ujarnya.

Karena itu, KPK perlu serius menyidik kasus ini. Jika pribadi maupun parpol yang terlibat, terbukti bersalah, itulah saatnya Presiden untuk mengajukan perkara pembubaran parpol tersebut ke MK.

Sementara eks Ketua MK Jimly Asshiddiqie menyebut pembubaran parpol sulit terealisasi. Sebab yang berhak mengajukan adalah pemerintah. "Masa jeruk makan jeruk," ujar Jimly. [Mediaislam.org/rmol]



Sumber : Harian Publik - Bubarin Golkar, PDIP, Demokrat Emang Pemerintah Berani?

0 Response to "Bubarin Golkar, PDIP, Demokrat Emang Pemerintah Berani?"

Posting Komentar